PORTALJATENG.ID – Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah resmi diganti. Sebelumnya yang diperingati setiap 15 Agustus mulai tahun ini ditetapkan menjadi tanggal 19 Agustus. Ketua Komisi A DPRD Jateng, Mohammad Saleh mengatakan, pergantian ini menyesuaikan konstitusi yang berlaku.
Adapun dasar hukum yang digunakan sebelumnya yakni UU Nomor 10 Tahun 1950 pada 4 Juli 1950. UU ini baru diberlakukan setelah disahkannya PP Nomor 31 Tahun 1950 pada 15 Agustus. Hal ini juga diperkuat Perda Nomor 7 Tahun 2004 yang menyebutkan, hari jadi Jateng adalah 15 Agustus 1950.
Saleh mengatakan, setelah melewati perjalanan panjang, Hari Jadi Provinsi Jateng resmi diubah dan jatuh pada tanggal 19 Agustus 2023. Perubahan ini ditetapkan usai Komisi II DPR RI merevisi UU Nomor 10 Tahun 1950 menjadi UU Nomor 11 Tahun 2023.
Sejarah Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah
Ketua Komisi A DPRD Jateng juga mengungkapkan banyak pihak yang menganggap kurang tepat jika Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah diperingati setiap tanggal 15 Agustus. Hal itu berdasarkan pernyataan dari kelompok veteran atau bekas pejuang dan Dewan Harian Daerah (DHD) Badan Pembudayaan Kejuangan 45 (DHD 45).
“Karena, mereka mengatakan provinsi ini sudah terbentuk dua hari pasca kemerdekaan. Pertama, saat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membagi Indonesia menjadi delapan provinsi pada 19 Agustus 1945. Waktu itu Raden Pandji Soeroso ditunjuk sebagai Gubernur Jawa Tengah pertama,” ujarnya, belum lama ini,
Dari situlah landasan para veteran dan DHD 45 mengusulkan kepada DPRD Provinsi Jawa Tengah agar Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah diubah. Hal itu juga sebagai bentuk penghargaan kepada Raden Pandji Soeroso, Gubernur Jawa Tengah pertama.
“Para pejuang veteran dan DHD 45 ini protes ke Komisi A DPRD Jateng, minta supaya Hari Jadi diganti 19 Agustus 1945, karena mereka merasa untuk menghargai para pejuang saat itu,” ungkapnya.
Saleh melanjutkan, setelah mereka menyampaikan protesnya ke Komisi A DPRD Jateng, pihaknya langsung menyampaikan aspirasi tersebut ke Komisi II DPR RI. Alhasil, UU Nomor 10 Tahun 1950 direvisi menjadi UU Nomor 11 Tahun 2023. Sehingga mulai tahun ini, Hari Jadi Jateng diperingati tiap 19 Agustus.
“Akhirnya Komisi II DPR RI mau mengubah Undang-undang Nomor 10 Tahun 50. Karena 10 tahun 50 dibentuk pada zaman Republik Indonesia Serikat (RIS) dan tidak berlandaskan UUD 45. Sehingga ini harus diganti dan disesuaikan,” tuturnya.
Akhirnya Disepekati 19 Agustus
Kala proses revisi UU ini, saat itu Komisi II DPR RI pun langsung menemui Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Komisi A DPRD Jateng, dan kelompok veteran serta DHD 45. Akhirnya semua sepakat bahwa secara dasar hukum, Provinsi Jateng terbentuk pada 19 Agustus 1945.
“Ternyata setelah ketemu kami UU sudah digedok dua minggu kemudian dan di Pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 2023 disebutkan bahwa hari jadi Jawa Tengah itu 19 Agustus 1945. Karena pada saat itu sudah diangkat Raden Pandji Soeroso sebagai Gubernur Jawa Tengah,” terang Saleh.
Setelah UU Nomor 11 Tahun 2023 terbit, maka Perda Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah juga harus direvisi. Karena di dalam Perda lama masih disebutkan Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah jatuh pada 15 Agustus 1950.
Kemudian, DPRD Jateng resmi menyetujui perubahan Propemperda Nomor 7 Tahun 2004. Hal itu disampaikan langsung pada Rapat Paripurna, pada Senin (19/6) lalu di Gedung Berlian DPRD Provinsi Jateng. Saat ini Komisi A DPRD Jateng sedang menyusun perubahan Perda tersebut.
“Sekarang sudah masuk dalam program pembuatan Perda. Maka kami Komisi A DPRD Jateng ditugasi pimpinan untuk menyusun Perda hari jadi. Besok hari jadi Jawa Tengah sudah bukan 15, tapi tanggal 19 Agustus,” ungkap Saleh.
Di luar itu, ia memandang perubahan Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah sangat penting. Melihat juga aspirasi dari para veteran dan sejarawan yang ingin mengenang Raden Pandji Soeroso sebagai Gubernur pertama pada saat terbentuknya provinsi ini pada 19 Agustus 2023.
“Memang orang bertanya dampaknya apa Bukan masalah dampaknya. Sekarang bayangkan simbah kita menjadi Gubernur pada waktu itu kenapa kita seolah-olah meniadakan. Kita sebagai anak cucunya berati kan simbah kita gak diakui sebagai gubernur,” ujarnya.
“Gimana batinnya perasaan anak cucunya dia. Seolaholah tanda kutip seorang pejuang tidak diakui. Kita hanya masalah batin saja. Menghargai orang yang sudah berjuang,” pungkas Saleh.