
REMBANG | PORTALJATENG.ID — Isu lingkungan sekarang ini sedang menjadi topik hangat di seluruh bagian dunia, termasuk di Indonesia. Efek dampak rumah kaca atau global warming saat ini menjadi topik utama terkait isu lingkungan di seluruh negara. Seluruh negara di dunia sedang berlomba-lomba untuk membuat sebuah program yang mampu mengatasi permasalahan global warming ini termasuk pemerintah Indonesia.
Kementerian Lingkungan Hidup menerapkan sebuah program bernama “Kampung Proklim” yang bertujuan untuk mempromosikan kehidupan masyarakat yang berkelanjutan dan dapat mengurangi dampak gas rumah kaca.
“Setiap tahun ada penghijauan, mulai dari lingkungan rumah masing-masing hingga desa, berpola hidup bersih mulai dari bersih-bersih rumah masing-masing hingga kerja bakti bersih-bersih desa,” ujar pak Mustofa selaku pihak pemerintah desa.
“Pengolahan pupuk organik dari limbah rumah tangga dan peternakan, pupuk organik ini diaplikasikan ke tanaman-tanaman yang ada di rumah masing-masing sehingga tanaman ini bisa tumbuh subur dan berbuah sehingga bisa bermanfaat bagi dirinya hingga sekitarnya,” tambahnya.

Sampah sisa rumah tangga di desa Punjulharjo akan diolah di bank sampah yang dikelola oleh TPS3R.
“Berpola hidup sehat, seperti konsep rumah sehat dengan banyak sirkulasi udara, dikelilingi tanaman, kolam ikan lele, atau peternakan sapi dan kambing dengan jarak yang sudah diatur supaya tidak meninggalkan bau. Sayangnya program ini baru terlaksana 30% dimana targetnya minimal 80% rumah sudah menerapkan hal ini karena adanya kendala lahan dan lingkungan rumah yang terbatas,” tutur pak Mustofa.
Desa Punjulharjo dahulu berfokus menggunakan tanaman lokal untuk penanganan abrasi, tetapi tidak berhasil karena gelombang air laut yang tinggi dan jenis tanah di Pantai Karangjahe yang berpasir. Kemudian ditemukan endemik yang cocok untuk penanganan abrasi berupa tumbuhan cemara laut.
Kegiatan penghijauan di Desa Punjulharjo tidak semata-mata hanya menanam pohon, tetapi juga filosofi dibalik tumbuhan yang ditanam. Sebagai contoh, pohon asem manis memiliki filosofi bisa mengayomi yang lainnya, sedangkan pohon sawo manila diambil dari istilah dalam Islam yaitu Sowu Sowo Fakun (rapatkan barisanmu) dengan harapan masyarakat desa Punjulharjo bisa kompak dan komitmen bersama untuk membangun desa lebih maju & sejahtera.
Varietas tumbuhan di Desa Punjulharjo berupa tumbuhan buah lokal, seperti jambu, mangga gadung dan manalagi, serta kawis. Ke depannya, Desa Punjulharjo akan berupaya memperkaya varietas tumbuhan mereka, seperti menanam pohon kelengkeng dan alpukat.
Desa Punjulharjo yang dulunya dikenal dengan sebutan “nyiur melambai” (pohon kelapa yang bergoyang) merupakan penghasil kelapa terbesar di daerah tersebut. Namun, dengan adanya program Kampung Proklim, desa ini telah bertransformasi menjadi model kehidupan yang berkelanjutan dan pelestarian lingkungan.
Secara keseluruhan, Program Kampung Iklim di Desa Punjulharjo menunjukkan komitmen masyarakat terhadap praktik-praktik berkelanjutan dan upaya mereka untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Melalui inisiatif seperti penghijauan, pengelolaan sampah, dan mempromosikan rumah sehat, penduduk desa menciptakan lingkungan yang lebih hijau dan lebih tangguh untuk diri mereka sendiri dan generasi mendatang. (PJ5)