JEPARA – Kehadiran tambak udang di tlatah bumi Karimunjawa, Jepara tidak hanya dikeluhkan oleh aktivis lingkungan. Melainkan juga sektor pertanian rumput laut yang menjadi tumpuan sumber mata pencarian warga.
Bagi kalangan aktivis, tambak udang Karimunjawa menghasilkan limbah, yang berdampak pada kerusakan ekosistem dan lingkungan. Selain itu, juga melanggar aturan tata ruang daerah.
“Belum juga ada tindakan nyata untuk menegakkan RTRW. Penebangan mangrove, pembuangan limbah, pengambilan air di kawasan konservasi, itu jelas-jelas kasat mata merusak lingkungan. Ironisnya justru dibiarkan,” ujar Bang Jack saat unjuk rasa di Karimunjawa, Jumat (22/9/2023).
Beralih di sektor pertanian, khususnya rumput laut, keberadaannya kian membuat petani makin sulit. Pasalnya, petani rumput laut, Paimah mengaku sudah mulai merugi sejak 2018 hingga sekarang.
Paimah juga mengakomodir masyarakat Karimunjawa yang tidak bekerja untuk menanam rumput laut. Hitung-hitung penghasilan tambahan agar kompor di dapur terus menyala. Naas, rugilah yang ia dapat.
Bibit rumput laut yang ia tanam di pesisir Karimunjawa, tidak berkembang sama sekali. Bibit sebanyak 3 ton yang semula ditanam, hanya berbuah 8 kwintal saja. Ia merugi sebanyak 2,3 ton.
“Rumput laut tidak berkembang karena lumpur (limbah) tambak udang hinggap di tanaman. Jadi hasilnya buruk, terburuk sepanjang sejarah penanaman dari tahun 2006. Jika ditotal, kerugian mencapai miliaran rupiah,” terang Paimah.***