PORTAL JATENG – Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kabupaten Jepara dibuat heboh oleh pernyataan Sekretaris Daerah (Sekda) Jepara, Edy Sujatmiko.
Para BPD di Jepara menurut Edy Sujatmiko, katanya tidak perlu repot terlalu jauh dalam mengawasi berbagai kebijakan yang dilakukan oleh Petinggi atau Pemerintah Desa.
Edy Sujatmiko mencontohkan, BPD tidak perlu bertanya-tanya tentang nota pembelian barang dan lainnya dari anggaran belanja yang dipakai Desa.
Menurut Edy Sujatmiko, BPD harus lebih kepada menjaga harmonisasi dengan senantiasa husnudzan kepada Pemdes. Meningkatkan komunikasi dengan baik supaya Pemdes tidak tersinggung.
“Dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap kinerja petinggi, perlu diingat, pengawasan itu bukan pemeriksaan. Dasarkan husnudzon. Jangan suudzon. Satu lagi, komunikasi yang baik agar harmonis,” kata Edy Sujatmiko, Senin (9/10/2023).
Pernyataan Sekda Jepara, Edy Sujatmiko ini mendapatkan reaksi dari salah satu BPD di Jepara. Anggota BPD Jepara yang berasal dari Desa Balong, Dafiq justru enggan berprasangka baik atau husnudzon seperti yang disebut Sekda.
Menurutnya, BPD harus senantiasa mengedepankan penilaian yang benar-benar objektif, karena BPD mengemban mandat masyarakat.
Berbagai aspirasi masyarakat yang diserahkan di pundak BPD mesti diupayakan secara penuh. Sehingga, apabila terdapat kebijakan Perdes tidak sesuai dengan keinginan masyarakat, maka BPD melawan.
“Fungsi pengawasan terhadap apa saja yang ada di Desa harus diawasi betul. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi diperhatikan secara serius, termasuk masalah nota. Kita dipilih dan membawa aspirasi masyarakat, kebijakan harus ideal,” ujar Dafiq, Jumat (13/10/2023).
Sementara itu, dalam Pasal 61 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa BPD selain memiliki hak mengawasi, juga berhak meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemdes kepada Pemdes.
Bahkan, pada UU yang sama, tak ada ketentuan resmi yang melarang BPD menyusun atau melihat dokumen transaksi keuangan pemerintahan Desa. Artinya, RAB maupun nota bebas diketahui oleh anggota BPD dan lainnya.
Bahkan Ihwal prioritas rancangan Perdes antara Pemdes dan usulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan Perdes usulan BPD. Hal itu, diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Permendagri 111/2014.
“Seingat saya di Permendagri 114/2014 dengan tegas memberi kewenangan kepada masyarakat Desa untuk akses seluruh tahapan pemantauan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan desa. Itu masyarakat, apalagi BPD, kewenangannya jangan dikerdilkan,” pungkas Dafiq.*