Portal Jateng – Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Heri Pudyatmoko menyatakan bahwa pertanian hortikultura masih menjadi komoditas yang menjanjikan. Terutama di wilayah-wilayah lumbung pertanian di Jawa Tengah seperti Temanggung dan Wonosobo dengan mengembangkan hasil pertanian lokal.
Menurut Heri, komoditas hortikultura memiliki nilai ekonomi tinggi dan potensi pasar yang masih terbuka lebar, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Terlebih, terdapat dukungan dari pemerintah pusat untuk mendorong dan mengendalikan impor guna mengatasi permasalahan defisit neraca perdagangan.
“Untuk mendorong ekspor, pemerintah memberikan berbagai insentif fiskal pada industri berorientasi ekspor. Salah satunya dengan pengembangan produk-produk yang memiliki daya saing tinggi, seperti produk sektor pertanian,” jelasnya.
Heri menjelaskan, produk hortikultura memiliki nilai ekonomi tinggi lantaran kebutuhan pasar yang juga tinggi. Diketahui produk-produk hortikultura di antaranya yaitu sayur dan buah semusim, tanaman biofarmaka (obat-obatan), buah dan sayur tahuann, dan tanaman hias.
Merujuk informasi dari Database Pertanian Kementerian Pertanian, peningkatan ekspor produk hortikultura masih didominasi oleh buah-buahan. Di mana kontribusi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Hortikultura tertinggi dengan rata-rata sebesar 54,7% dari PDB Hortikultura.
“Peluang pasar ini yang bisa dimanfaatkan secara optimal. Apalagi wilayah Jawa Tengah, khususnya Temanggung dan Wonosobo memiliki potensi geografis dan iklim yang mendukung untuk pengembangan produk hortikultura.
Namun begitu, Heri menuturkan bahwa pengembangan produk hortikultura tidak perlu memaksakan untuk ditanami jenis tanaman yang sama sekali baru atau belum pernah ditanam sebelumnya. Melainkan mengembangkan tanaman-tanaman yang sudah ada di wilayah tersebut.
“Komoditas yang memang sudah ada, seperti bawang merah, kentang, melon, semangka, anggrek, singong, kacang-kacangan, dan masih banyak lagi, itu dibuatkan sistem pengelolaan mulai dari peningkatan kualitas panen maupun peluang pasar yang mendukung para petani,” jelasnya.
“Dengan begitu, petani tidak perlu kesulitan mencari pembeli. Komoditas yang sudah ada tinggal ditingkatkan kualitas produksinya dan membuka peluang pasar yang lebih luas. Karena kalau diubah-ubah komoditasnya, petani harus memulai dari nol lagi,” imbuhnya.
Meski demikian, ia juga menyebutkan bahwa masih terdapat beberapa tantangan dalam pengembangan hortikultura. Mulai dari sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan petani masih lemah, keterbatasan modal, pendampingan dan inovasi teknologi masih lemah, daya saing yang rendah, serta kurangnya akses pasar.
“Sektor-sektor yang belum terjangkau itu yang menjadi PR bersama. Bagaimana kita bersama-sama mengoptimalkan kesempatan dengan meningkatkan pengetahuan petani terkait produksinya, pengembangan dan inovasi, serta jaringan yang semakin inklusif,” pungkasnya. [Advetorial-PJ]