JEPARA – Menyambut perayaan Hari Santri yang jatuh pada bulan Oktober, Calon Bupati dan Wakil Bupati Jepara nomor urut dua, Witiarso Utomo-Ibnu Hajar (Mawar), memperkenalkan program inovatif bernama “Pesantren Mulus”.
Program ini bertujuan untuk mendorong perkembangan pesantren di Jepara melalui dukungan operasional dan peningkatan fasilitas.
Dalam semangat perayaan Hari Santri, Mas Wiwit menyatakan bahwa peran pesantren sangat vital dalam membentuk karakter dan moral generasi muda.
Oleh karena itu, ia berkomitmen untuk memperkuat pesantren sebagai pusat pendidikan dan pemberdayaan melalui program ini.
“Peran santri begitu banyak sewaktu proses kemerdekaan bangsa, sehingga sudah sepantasnya peroleh treatment yang baik dari pemerintah,” papar Mas Wiwit, Selasa (22/10/24).
“Pesantren Mulus” tidak hanya fokus pada peningkatan infrastruktur, tetapi juga mencakup gerakan santripreneur yang memberikan pelatihan usaha mandiri berbasis potensi lokal.
Inisiatif ini diharapkan dapat membekali santri dengan keterampilan wirausaha, sehingga mereka bisa berkontribusi lebih bagi perekonomian daerah.
Dalam konteks Hari Santri, Mas Wiwit menekankan pentingnya menghidupkan semangat kemandirian di kalangan santri.
Potensi lokal Jepara, seperti kerajinan ukir hingga hasil pertanian, dapat menjadi peluang usaha yang menjanjikan bagi para santri, memungkinkan mereka untuk mandiri secara ekonomi.
Dengan peluncuran program ini, diharapkan pesantren di Jepara dapat bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang lebih mandiri dan berdaya saing, sejalan dengan semangat Hari Santri yang mengedepankan kemandirian dan kontribusi sosial.
Mas Wiwit optimistis bahwa dengan dukungan dari berbagai pihak, “Pesantren Mulus” dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam memajukan pesantren sebagai pusat pendidikan dan ekonomi lokal.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung dan berpartisipasi aktif dalam pemberdayaan pesantren, menjadikan perayaan Hari Santri sebagai momentum kebangkitan pesantren di Jepara.
“Program ini adalah langkah konkret untuk memodernisasi pesantren tanpa meninggalkan esensi pendidikan keagamaan. Untuk menciptakan, diperlukan gerakan kolektif,” pungkas dia.***