Semarang – Pengadilan Negeri Semarang pertengahan Oktober ini mulai menyidangkan Kasus Korupsi Pembelian Lahan PT Rumpun Sari Antan (RSA) – Yardip di Cilacap. Namun di tengah masih jalannya proses persidangan, diwarnai munculnya postingan-postingan konten di media sosial yang menampilkan salah satu saksi YZ yang dinilai membangun narasi dengan dugaan fetakompli.
GY ini menurut Asisten Pidana Khusus Kejati Jateng, Lukas Alexander Sinuraya diperiksa sebagai saksi dugaan Tindak Pencucian Uang . Kasusnya bermula dari pembelian tanah seluas 700 hektare oleh PT Cilacap Segara Arta (CSA), BUMD milik Pemkab Cilacap dari PT Rumpun Sari Antan. Tanah ini dibayar lunas antara tahun 2023-2024, namun PT CSA tak dapat menguasai tanah tersebut. Atas kasus ini kejaksaan menetapkan mantan Direktur RSA berinisial ‘ANH’, mantan Pj Bupati Cilacap ‘AM’ dan Komisaris PT CSA ‘IZ’ sebagai tersangka dan masih memeriksa sejumlah saksi termasuk ‘YZ’ yang mengaku menerima aliran dana senilai Rp 18 miliar.
Isdianarto Aji Wibowo selaku Direktur PT RSA menampik tuduhan YZ yang diviralkan melalui medsos bahwa Perkebunan Caruy yang jadi obyek masalah dikelola Kodam IV Diponegoro. Dia menyatakan aset tersebut dikuasai, dipelihara dan dikelola oleh PT Rumpun Sari Antan (RSA) sesuai Surat Hak Guna Usaha yang dimiliki.

Isdianarto Aji Wibowo menyampaikan ini kepada wartawan di Semarang, Selasa (21/10/2025) karena merasa perlu meluruskan pernyataan-pernyataan yang menyesatkan yang ditayangkan di beberapa media sosial oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk membangun opini guna mengaburkan proses hukum persidangan tindak pidana korupsi yang kini sedang berproses di Pengadilan Negeri Semarang.
“Saya sampaikan, bahwa sebelumnya telah terjadi penyimpangan penjualan aset kami yang diduga dilakukan oleh direktur sebelumnya dan kini tengah berproses hukum (sidang keempat). Namun di tengah proses hukum ini dicederai oleh pernyataan-pernyataan para pihak di media sosial. Mereka sengaja membangun opini untuk mengaburkan dakwaan dan melakukan fetakompli. Selain dengan membangun narasi untuk mencari pembenaran, juga menyeret-nyeret sejumlah nama yang tidak ada sangkut pautnya dengan proses temuan korupsi. Oleh karena saya menegaskan perlunya kita semua mempercayakan pada proses peradilan tanpa harus membuat gaduh dengan menggalang opini di luar persidangan,” kata Isdianarto.
Narasi yang dibangun adanya arogansi Kodam IV Diponegoro yang dituduhkan mempengaruhi proses persidangan pun diungkapkan Isdinarto juga tidak benar.
“Karena Tim Pidana Khusus memang menemukan adanya indikasi korupsi sehingga proses hukum dijalankan sesuai prosedur,” katanya.
“Kasus ini murni tindak pidana korupsi atas pembelian aset PT RSA oleh PT Cilacap Segara Arta (CSA). Tim Pidsus melakukan penyelidikan awal menemukan indikasi korupsi. Peristiwa pembelian aset oleh PT CSA ini menjadi atensi publik dan LSM Lokal Cilacap karena berbarengan dengan permohonan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) oleh masyarakat, dan obyek yang dibeli ini adalah obyek yang sama dengan yang diajukan TORA, sehingga menjadi viral di beberapa media. Dalam kasus ini juga ada temuan pembelian dengan menggunakan APBD Kabupaten Cilacap. Bahkan dalam persidangan pertama, terbukti uang pembayaran dari PT CSA ke RSA mengalir kembali kepada pihak-pihak terkait,” ujar Dirut PT RSA.
Isdinarto juga mengungkakan pihak Pemkab Cilacap melakukan pencabutan gugatan perkara perdata dikarenakan gugatan tersebut diajukan oleh Pemkab Cilacap yang diinisiasi oleh oknum Pejabat Bupati yang terlibat dalam dugaan tipikor, dan dicabut oleh Pemkab Cilacap setelah Bupati Cilacap yang baru dilantik dengan alasan Pemkab Cilacap menghormati proses hukum pidana korupsi yang telah berjalan dan naik ke penyidikan waktu itu.
Direktur PT RSA, mengatakan bahwa saat ini proses hukum dan proses peradilan sudah berjalan. Proses persidangan terbuka untuk umum. Masyarakat dan media diperkenankan untuk hadir, menyaksikan bahkan meliput jalannya persidangan.
Dalam fakta-fakta persidangan, telah diungkap tindak pidana korupsinya beserta saksi dan bukti-bukti yang dihadirkan. Akan jauh lebih baik dan pasti, mengikuti proses hukum dan proses persidangan yang sedang berjalan. Bukan menebar isu-isu sesat, cenderung tendensius sarat dengan kepentingan tertentu.
“Saya meminta masyarakat kritis mengikuti persidangan dan pemberitaan media daripada komentar dan narasi yang besliweran di media sosial. Para tokoh masyarakat dan ulama juga bisa memberikan pandangannya secara konstruktif dengan memperhatikan fakta persidangan,” tutup Isdinarto.