Kamis, 11 September 2025
27.2 C
Semarang

Gubernur Ahmad Luthfi Sukses Benahi Jalan Jateng, Pengamat Minta Skema Pemeliharaan Adil

Berita Terkait


SEMARANG
 – Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Cipta Karya, Provinsi Jawa Tengah, AR Hanung Triyono, mengatakan, upaya Gubernur Ahmad Luthfi dan Wakilnya Taj Yasin untuk menggenjot perbaikan insfrastruktur jalan berjalan cepat. Hingga Agustus 2025, hasilnya sudah mendekati 90 persen (89,9 persen). Atau sudah setara dengan 2.195 kilometer, dari total 2.440 kilometer jalan provinsi yang ada.

Menurut Hanung, pencapaian itu merupakan update terbaru hasil kerja berbagai paket perbaikan jalan, pemeliharaan rutin, rehabilitasi, hingga preservasi yang tersebar di seluruh kabupaten/kota.

“Sudah hampir 90 persen kondisi jalan provinsi kita sudah mantap. Kalau dikilometerkan, sekitar 2.195 kilometer (km). Tinggal sekitar 10 persen yang sedang dalam proses pengerjaan, banyak di antaranya berupa preservasi jalan,” ujarnya di Semarang, Sabtu, 6 September 2025.

Menanggapi hal itu, pengamat jalan dan transportasi Universitas Diponegoro (Undip), Dr Yudi Basuki ST MT, mengatakan, secara umum kondisi jalan di Provinsi Jawa Tengah, memang sudah kelihatan aman dan bagus. Jika diklasifikasi kondisinya sudah baik dan sedang. Hanya sedikit yang rusak.

“Berdasarkan data jaringan jalan yang saya ambil dari DPU, jalan di Jawa Tengah itu cenderung baik dan sedang. Hanya ada beberapa jalan rusak di Demak, Kudus, dan Blora, tentu saja rusak karena ada penyebabnya, seperti abrasi di kawasan pesisir, atau karena beban jalan. Tapi secara umum jalan di Jawa Tengah masih aman,” jelas Yudi, yang juga Ketua Program Studi S1 Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro itu.

Hanya saja, kata Yudi, setelah kondisi jalan secara umum baik, ke depan diperlukan skema pemeliharaan jalan yang baik dan tepat. Ini penting supaya jalan tidak mudah rusak sehingga menghabiskan anggaran.

Aspek pemeliharaan itu, menurutnya, perlu menghidupkan kembali jembatan timbang, penertiban kendaraan ODOL (over dimension over load), membuat regulasi, penyadaran sopir dan pengusaha angkutan, hingga menggunakan semacam aplikasi untuk teknologi monitoring.

“Jembatan timbang ini hanya salah satu dari aspek pemeliharaan, tetapi jembatan timbang sudah mencerminkan pencegahan muatan berlebih. Perlu kajian apakah menambah atau reaktivasi jembatan timbang yang sudah ada. Menurut saya perlu karena jembatan timbang bisa mengontrol beban muatan kendaraan, sehingga mengurangi kerusakan jalan,” ungkapnya saat ditemui di kampus Undip.

Sebagai catatan, setelah ditutup pada 2019, saat ini jembatan timbang ditangani Kementerian Perhubungan. Kemenhub telah mengaktfikan sejumlah jembatan timbang di Jateng-DIY. Ada 10 jembatan timbang, di antaranya di Tanjung (Brebes), Subah (Batang), Sarang (Rembang), Banyudono (Boyolali), Klepu (Kabupaten Semarang), Ajibarang (Banyumas), Wanareja (Cilacap), Kulwaru (Kulonprogo), Kalitirto dan Tamanmartani (Sleman).

Untuk penertiban ODOL, menurut Yudi, perlu regulasi dan penyadaran yang dilakukan secara bertahap. Semua harus dipahamkan bahwa jalan adalah ruang publik yang dibiayai dari pajak semua pengguna kendaraan. Penggunaan kendaraan yang melebihi batas ukuran dan beban akan merusak jalan yang juga merugikan pengguna jalan lain yang tertib.

“Zero ODOL harus bertahap, sosialisasi ke sopir ODOL, perusahaan dan masyarakat menjadi penting. Kalau langsung dilarang juga gak bisa, harus ada toleransi. Misal angkutan ukuran besar dipecah jadi dua. Mereka perlu dipahamkan pada prinsip keadilan jalan, sehingga paham dan tidak merugikan,” ujarnya.

Menurutnya, ODOL tidak hanya menyebabkan jalan dan jembatan rusak karena kelebihan tonase. Tapi juga menyebabkan kecelakaan, membuat lalu lintas lambat. Juga merugikan sopir dan pengusaha angkutan sendiri. Jalan yang rusak juga mengakibatkan risiko rusaknya kendaraan sehingga tambah biaya.

“Umur jalan ini harus dijaga bersama untuk menghemat tranportasi cost untuk semuanya. Jalan adalah ruang publik, maka prinsip keadilan harus dikedepankan,” katanya.

Sebagai informasi, regulasi penertiban ODOL sudah diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Menteri Perhubungan terkait batas dimensi dan berat kendaraan. Target zero ODOL akan dimulai penuh pada tahun 2027, karena masih banyak penolakan sopir dan pengusaha logistik.

Ke depan pemerintah akan menggunakan teknologi seperti Weigh In Motion (WIM) untuk mendeteksi kendaraan ODOL secara otomatis. Sanksi pelanggaran aturan ODOL dapat dikenakan sanksi administratif dan denda serta kurungan penjara.

Aplikasi Perawatan

Sedangkan untuk skema perawatan jalan, Yudi menyarankan perlunya menggunakan aplikasi untuk memprediksi kapan jalan sudah diperbaiki dan kapan masuk ke dalam fase pemeliharaan.

Monitoring tetap bisa dilakukan untuk menghasilkan laporan yang akurat dan dapat meningkatkan ketepatan model/aplikasi. Model ini bisa terintegrasi ke skema anggaran yang diperlukan setiap tahun.

“Fitur aplikasi itu harus berisi tabel atau exel monitoring prioritas jalan mana yang yang mendesak ditangani. Misalnya tabel tingkat kerusakakan jalan, luas jalan, kelas jalan, dan wilayah jalan. Mana yang rusak parah, di wilayah yang potensial ekonomi atau tidak. Ini menjadi penentu pemeliharaan yang tiap tahun bisa kita monitoring. Mana yang tahun ini, mana yang tahun depan,” ujarnya.

Dari simulasi aplikasi ini, menurut Yudi, akan terjadi pemerataan perawatan jalan yang adil. Sehingga yang diperbaiki tidak hanya jalan itu-itu saja. DPU Provinsi Jateng memang sudah punya aplikasi perbaikan jalan. Namanya aplikasi Jalan Cantik, yang fungsinya untuk mengontrol jalan rusak dan berlubang dari laporan masyarakat.

Tetapi, kata Yudi, fiturnya masih kurang. Khususnya di prinsip keadilan wilayah. Maka aplikasi lama perlu diintegrasikan aplikasi buatan baru yang berisi fitur monitoring.

Menurutnya, ada jalan yang memang kerusakanya tidak bisa dibenahi. Misalnya di Bendan Duwur, Kota Semarang. Berkali-kali dicor tetap saja pecah karena tanah bergerak. Untuk yang seperti itu harus membuat alternatif jalan lain.

“Itu bisa jadi geo tekstur di wilayah itu memang secara alam tidak bisa dipertahankan. Maka perlu dipikirkan untuk dicarikan jalan alternatif. Itu secara teknis ada solusinya tetapi mahal sekali, dari pada mahal mending membuat jalan lain yang jadi alternatif lebih murah,” ungkapnya.

Adapun untuk ketersediaan di Jawa Tengah, Yudi menganggap sudah cukup memadai. Namun demikian jika membuka jalan baru akan lebih baik. Terutama daerah yang potensi untuk kemakmuran Jateng. Ada dua cara untuk meremajakan jalan.

Pertama, mensinergikan jalan kabupaten dengan menaikan kelasnya ke jalan provinsi, sehingga nantinya akan ada jalan kabupaten yang baru.

Kedua, membuka jalan baru sekelas jalan provinsi. Tetapi semuanya butuh kajian yang menyeluruh, termasuk potensi pergerakan barang dan orang seperti apa.

“Ketersediaan jalan sudah cukup. Tinggal pemeliharaan saja. Akses jalan baru masih diperlukan terutama untuk membuka daerah potensi terutama di Jawa Tengah bagian tengah. Dapat dilakukan dengan menaikkan fungsi jalan kabupaten menjadi provinsi dan jalan lokal menjadi jalan kabupaten, atau membuka jaringan jalan baru, supaya daerah lain berkembang,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Cipta Karya, Provinsi Jawa Tengah, AR Hanung Triyono, menjelaskan, update terbaru pada tahun anggaran 2025, terdapat 79 paket pekerjaan jalan yang dilaksanakan. Dari jumlah itu, paket reguler senilai Rp 8,4 miliar sudah rampung lebih dulu. Di antaranya di ruas Jepara-Keling serta Ngawen-Todanan, Blora.

Selain itu, ada pekerjaan yang bersumber dari dana belanja tak terduga untuk perbaikan jembatan dengan progres 69 persen. Paket rehabilitasi jalan yang tersebar di delapan balai pekerjaan jalan (BPJ) mencakup 50 paket senilai Rp 153 miliar dengan progres sekitar 60 persen.

Sementara itu, 23 paket preservasi jalan yang baru dikontrak pada bulan Juli 2025 dengan nilai Rp 445 miliar baru mencapai progres 15 persen. Untuk paket pemeliharaan rutin di sembilan BPJ, progresnya sudah 75 persen.

“Kalau dilihat dari keseluruhan kontrak, realisasi anggaran baru sekitar 40 persen. Target kami pada September bisa meningkat menjadi 65 persen,” kata Hanung menyebut progres perbaikan jalan.

Hanung menyebutkan, sejumlah ruas jalan strategis masih dalam pengerjaan. Misalnya, Brigjen Sudiarto di Kota Semarang, Semarang-Godong, Wiradesa–Kajen, hingga menggunakan konstruksi beton. Hanung menyebut, pekerjaan betonisasi biasanya memerlukan waktu lebih lama dibanding dengan pelapisan perkerasan aspal.

“Karena sistemnya single year, maka mayoritas paket ditargetkan rampung Desember. Namun, kami mendorong pekerjaan rehabilitasi aspal bisa selesai Agustus ini. Adapun pekerjaan preservasi dengan skala besar akan dituntaskan hingga pertengahan Desember,” ujarnya.

“Kami mohon maaf bila ada keterlambatan atau kendala di lapangan. Semua ini kami kerjakan agar jalan mantap bisa digunakan masyarakat, termasuk untuk arus mudik Lebaran 2026 mendatang,” tuturnya.***

Berita Terkait

spot_img

Berita Terbaru