Catatan Redaksi (18/09/25) – Di tengah gemerlap dunia modern yang kerap mengukur kesuksesan dari harta dan status, banyak orang lupa bahwa esensi hidup sejati justru terletak pada seberapa besar kita mampu berbagi. Renungan ini datang dari sebuah kesadaran yang perlahan muncul: betapa seringnya manusia terjebak dalam dua kutub yang sama-sama berbahaya, yang sukses material tetapi hampa, dan yang terpuruk lalu putus asa.
Dalam perspektif spiritual, kebahagiaan sejati tidak datang dari apa yang kita kumpulkan, melainkan dari apa yang kita berikan. Setiap ajaran agama mengingatkan kita bahwa kekayaan terbesar adalah ketika kita menjadi saluran berkat bagi sesama. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Baqarah: 261). Ayat ini bukan sekadar tentang harta, tetapi tentang memberi dengan hati—berbagi waktu, perhatian, empati, dan energi positif.
Namun, realitas zaman now menunjukkan dua kondisi yang memprihatinkan. Pertama, mereka yang sukses secara materi sering kali lupa diri. Kesibukan menumpuk harta tanpa disertai kesadaran untuk berbagi justru membuat jiwa terasa hampa. Kedua, mereka yang sedang terpuruk kerap merasa kecil hati dan putus asa, membandingkan diri dengan orang lain tanpa menyadari bahwa setiap manusia memiliki jalannya sendiri untuk tumbuh.

Jalan keluar dari situasi ini adalah dengan menemukan keseimbangan: tidak hanya mengejar kepemilikan, tetapi juga melatih hati untuk terus berbagi. Berbagi tidak selalu harus dalam bentuk materi. Sebuah senyuman tulus, mendengarkan tanpa menghakimi, atau doa yang tulus untuk orang lain—semuanya memiliki nilai yang tak kalah besar. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Setiap kebaikan adalah sedekah.” (HR. Bukhari). Ini menunjukkan bahwa berbagi bisa dimulai dari hal-hal sederhana yang accessible bagi semua orang, regardless of their economic condition.
Praktiknya di zaman modern ini bisa dimulai dengan langkah-langkah nyata: menjadikan kesuksesan sebagai alat untuk menebar kemanfaatan, berbagi tanpa syarat, memulai dari hal kecil, dan belajar merasa “cukup” agar hati lapang untuk memberi. Tidak perlu menunggu kaya untuk berbagi, karena sedekah yang kecil tetapi tulus justru sering kali lebih bernilai di mata Allah.
Pada akhirnya, hidup ini bukanlah kompetisi untuk mengumpulkan paling banyak, tetapi perlombaan untuk memberi paling bermakna. Setiap kebaikan kecil yang kita lakukan akan menciptakan gelombang positif yang menyentuh banyak hati. Kita mungkin tidak bisa mengubah seluruh dunia, tetapi kita pasti bisa mengubah dunia satu orang dengan kepedulian.
Mari mulai hari ini dengan berkaca, Sudahkah hidupku menjadi berkat? Lalu, bergerak melakukan satu kebaikan kecil, dan menyadari bahwa dunia tidak membutuhkan lebih banyak kritik, tetapi lebih banyak empati. Semoga kita tidak hanya mengejar kesuksesan, tetapi juga menciptakan makna melalui kepedulian pada sesama.