Semarang – Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah kembali menggelar kegiatan tahunan Rupiah Tresno Budoyo dengan tema “Dua Abad Perang Jawa: Menghidupkan Martabat, Meneguhkan Kemandirian.” Acara yang digelar pada Sabtu (1/11) di Radjawali Cultural Center Semarang ini, menjadi sarana edukasi masyarakat tentang sistem pembayaran non tunai guna meningkatkan inklusi dan literasi keuangan, yang dikemas dengan nuansa budaya dan sejarah Jawa Tengah.
Kegiatan ini merupakan bentuk dukungan Bank Indonesia Jawa Tengah terhadap program nasional Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI), yang digagas oleh Kantor Pusat Bank Indonesia untuk memperkuat sinergi, inovasi, serta literasi ekonomi-keuangan digital di seluruh daerah.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra mengungkapkan, acara ini menjadi momentum apresiasi bagi seluruh mitra strategis atas capaian perluasan digitalisasi di Jawa Tengah.

“Perkembangan akseptasi digital di Jawa Tengah terus tumbuh akseleratif. Per Agustus 2025, terdapat lebih dari 4,1 juta merchant QRIS, meningkat 21,44 persen secara tahunan dan menempati posisi keempat tertinggi di Indonesia,” ujar Rahmat.
“Jumlah pengguna QRIS juga mencapai 7,98 juta orang atau naik 354 ribu pengguna dibanding tahun sebelumnya, menempati posisi ketiga nasional. Volume transaksi telah menembus 553 juta transaksi dengan nilai mencapai Rp77,39 miliar.”
Selain itu, implementasi elektronifikasi transaksi pemerintah daerah juga menunjukkan penguatan yang signifikan. Provinsi Jawa Tengah berhasil mempertahankan status sebagai Pemda “Digital” dengan Indeks ETPD sebesar 96,5 persen pada semester I-2025.
Rahmat menjelaskan, capaian tersebut tidak lepas dari berbagai inovasi dan kolaborasi yang dilakukan bersama mitra daerah.
“Kami terus memperluas akseptasi pembayaran digital melalui berbagai inisiatif, seperti QRIS Society LPG Channel, digitalisasi di destinasi wisata seperti Borobudur, Lawang Sewu, dan Karimunjawa, hingga kerja sama peningkatan literasi keuangan dengan pemerintah daerah, perbankan, dan lembaga pendidikan,” katanya.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, turut memberikan apresiasi kepada Bank Indonesia atas konsistensinya dalam memperkuat sinergi digitalisasi daerah.
“Kegiatan seperti Rupiah Tresno Budoyo ini membuktikan bahwa budaya dapat berjalan beriringan dengan ekonomi kreatif. Keduanya saling memperkuat untuk membangun kemandirian ekonomi Jawa Tengah,” ungkap Sumarno.
Mengusung tema dua abad Perang Jawa, kegiatan ini juga menjadi refleksi semangat perjuangan Pangeran Diponegoro dalam konteks modern. Nilai-nilai kemandirian, integritas, dan keteguhan yang diperjuangkannya menjadi inspirasi untuk membangun ekonomi yang mandiri dan berdaulat,. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan Bank Indonesia yang mendorong kemandirian sistem pembayaran nasional melalui inovasi seperti Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan QRIS Cross Border, yang kini dapat digunakan di Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Jepang.
Sebagai puncak acara, Rupiah Tresno Budoyo 2025 menampilkan “Opera Orchestra Diponegoro”, kolaborasi seniman Jawa Tengah dan musisi muda yang mengisahkan perjuangan Diponegoro dalam balutan tari teatrikal, orkestra modern, dan gamelan kontemporer, sebuah simbol integrasi budaya tradisional di tengah pesatnya transformasi digital.
Melalui Rupiah Tresno Budoyo 2025, Bank Indonesia Jawa Tengah berharap percepatan digitalisasi pembayaran dapat terus meluas dengan tetap menjunjung tinggi nilai sejarah dan kearifan budaya lokal.
“Kami ingin digitalisasi tidak hanya memudahkan transaksi, tetapi juga memperkuat jati diri bangsa melalui pelestarian budaya,” pungkas Rahmat Dwisaputra.



