SEMARANG – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyarankan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk fokus pada peningkatkan nilai tambah komoditas lokal. Selain bergerilya pada investasi, strategi ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam menjemput pertumbuhan ekonomi nasional yang dipatok 8 persen.
“Modal besar, investasi besar itu penting sekali. Kalau itu tidak ada, tidak mungkin juga ada (pertumbuhan ekonomi) 8 persen. Pertumbuhan 8% ini bisa terjadi hanya dua hal. Investasi besar masuk atau peningkatan nilai tambah (komoditas lokal),” kata Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, dalam kegiatan Anugerah Karya Riset Pembangunan Jawa Tengah 2025, dan peluncuran DocRIDa, di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Kota Semarang, Kamis, 6 November 2025.
Fokus strategi peningkatan nilai tambah komoditas lokal atau hilirisasi produk menjadi poin penting yang harus dilakukan pemerintah daerah. Upaya ini dilakukan melengkapi strategi menggaet investasi dari industri besar dengan kebijakan insentif fiskal. Apalagi, pemerintah pusat juga bisa berkontribusi melalui program-program nasional di daerah, seperti melalui Danantara.

Kehadiran industri besar, kata Handoko, memiliki trickle down effect yang kecil, kecuali dari sisi benefit penciptaan lapangan kerja padat karya di daerah. Kehadirannya bagus. Aakan tetapi pemerintah daerah harus melakukan fokus meningkatkan nilai tambah komoditas lokal. Hal ini akan menyentuh langsung pada perekonomian masyarakat.
”Nah, itu yang menjadi tugas BRIN, dan Brida Jateng. Bukan menjadi lembaga riset, melainkan harus menjadi penggerak, fasilitator sumber daya yang ada,” katanya.
Dalam upaya meningkatkan nilai komoditas lokal, kehadiran para periset menjadi penting dengan inovasi yang mendorong tumbuhnya nilai komoditas lokal. Baik pada sektor pangan, budaya, pariwisata, dan lainnya. Targetnya jelas untuk menggerakkan ekonomi daerah, yang berdampak langsung pada lapisan masyarakat.
Dicontohkan Handoko, komoditas bawang merah yang dimiliki Jawa Tengah sangat berpeluang untuk menjadi penggerak ekonomi daerah. Dari sisi hulu, hasil produksi petani jelas. Pada sisi hilir, industrinya juga berjalan seperti sektor kuliner.
Akan tetapi, kata dia, keberadaan inovasi produk di antara hulu dan hilir (tengah) yang dirasa kurang, dan perlu digarap untuk meningkatkan nilai tambah. Padahal bawang merah bisa dibuat menjadi produk hilirisasi, misalnya diolah dalam bentuk bubuk kemasan, dan lain-lain. Ini mampu menjaga nilai jualnya, dan meredam gejolak fluktuasi harga di pasaran.
“Itu sebenarnya fenomena kita yang sama secara nasional. Padahal penciptaan nilai tambah ekonomi yang paling besar dari tengah ini. Kita cukup fokus mengisi yang tengah. Potensi untuk nilai tambahnya yang sudah cukup besar,” ucapnya.
Sekretaris Daerah, Jawa Tengah, Sumarno, mengatakan, riset dan inovasi merupakan suatu keharusan dalam menyelesaikan tiap-tiap permasalahan di Jateng. Riset tak selalu muluk-muluk sesuatu yang besar. Akan tetapi menyasar hal-hal yang mendasar di tengah masyarakat, dan mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan spesifik dan inti.
”Intinya pada apa yang menjadi potensi-potensi di Jawa Tengah. Inovasi-inovasi harus dilakukan supaya lebih ekspansif dan lebih bisa berkontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah,” katanya.*



