Magelang – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Tengah dan DIY menegaskan bahwa peningkatan rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) dalam dua tahun terakhir menjadi pekerjaan rumah serius bagi OJK dan industri perbankan. Kepala OJK Provinsi Jawa Tengah, Hidayat Prabowo, mengungkapkan bahwa NPL perbankan kini berada di level 5,5 persen, melewati ambang batas 5 persen.
Kenaikan NPL tersebut dipicu oleh dua faktor utama. Pertama, dampak pandemi Covid-19 yang masih menyisakan tekanan terhadap kualitas kredit. Kedua, pertumbuhan kredit di Jateng dan DIY masih belum cukup kuat untuk menyeimbangkan kenaikan kredit bermasalah.
“Pertumbuhan kredit sebenarnya tumbuh, tapi belum cukup menopang NPL ke angka yang kita kehendaki,” kata Hidayat dalam Media Gathering bertema “Sinergi Perkuat Informasi” pada Jumat (5/12/2025) di Magelang.

Hidayat menambahkan, kondisi sektor riil yang belum sepenuhnya pulih turut mempengaruhi. Sehingga, meski dana perbankan tersedia, permintaan pembiayaan belum optimal karena pelaku usaha masih berhati-hati dalam ekspansi.
Pada kuartal IV tahun ini, OJK mencatat bahwa pergerakan perbankan masih sejalan dengan triwulan sebelumnya, tanpa kenaikan ataupun penurunan signifikan pada NPL.
NPL BPR Perlu Perhatian Lebih
Sementara itu, sektor Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dinilai masih memerlukan perhatian lebih. NPL BPR di Jawa Tengah tercatat berada di atas rata-rata nasional yang sebesar 12 persen.
Dari sisi permodalan, sebagian besar BPR telah memenuhi modal inti minimum, meski masih ada sekitar 30 BPR yang belum mencapainya. OJK menegaskan proses pemenuhan modal inti wajib tuntas pada akhir tahun ini, meski bank yang tengah mengurus peningkatan modal tetap diberikan ruang sesuai ketentuan.
“Wilayah OJK Jateng–DIY tercatat sebagai pengawas BPR terbanyak di Indonesia, dengan sekitar 320 BPR. Saat ini terdapat satu BPR yang berstatus dalam penyehatan karena memerlukan penanganan intensif, terutama terkait permodalan, likuiditas, dan tingkat kesehatan bank,” ungkap Hidayat.
Menghadapi tahun 2026, OJK menargetkan perbaikan signifikan dalam fungsi intermediasi dan penurunan NPL. Loan to Deposit Ratio (LDR) Perbankan yang telah mencapai hampir 90 persen dinilai cukup baik, namun OJK mendorong bank untuk memperkuat pertumbuhan kredit sekaligus menjaga kualitasnya.
“Mulai awal 2026 kita akan mencari strategi-strategi yang lebih signifikan agar pembalikan atau penurunan NPL dapat benar-benar terasa,” tegas Hidayat.



