PORTALJATENG.ID, Semarang – Jawa Tengah masih merupakan daerah yang menarik sebagai tempat peredaran maupun jalur distribusi rokok ilegal, yaitu rokok yang tidak dilekati pita cukai maupun rokok yang telah dilekati pita cukai namun bukan peruntukannya.
Kepala Kanwil Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC) Jateng dan DIY Akhmad Rofiq menyatakan, selain berbahaya untuk kesehatan karena komposisinya yang tidak terukur melalui uji laboratorium, rokok ilegal juga dapat menimbulkan penurunan kesejahteraan ekonomi khususnya bagi industri tembakau dan merugikan negara.
“Sebagai bentuk tanggung jawab, Bea Cukai selaku community protector telah melakukan penindakan rokok ilegal sebanyak 323 penindakan dengan jumlah 36,4 juta batang rokok, sehingga berhasil mengamankan potensi kerugian negara Rp34,73 miliar,” ungkap Akhmad Rofiq dalam konferensi pers ALCO Regional Jateng tentang Realisasi APBN Jawa Tengah s.d. 31 Mei 2024 di Semarang, Jumat (28/6/2024).

Acara dihadiri oleh Kepala Perwakilan Kemenkeu Jawa Tengah Tri Wahyuningsih Retno Mulyani sekaligus Kepala Kanwil DJKN Jateng dan DIY, bersama Kepala Kanwil DJPb Jawa Tengah Muhdi, Kepala Kanwil DJP Jateng I Max Darmawan, Kepala Kanwil DJP Jateng II Slamet Sutantyo, Kepala Kanwil DJBC Jateng dan DIY Akhmad Rofiq.
Sementara itu Kepala Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan (DJPb) Jawa Tengah Muhdi mengungkapkan, APBN Jawa Tengah sampai Mei 2024 mencatatkan kinerja yang baik, meski terjadi defisit.
“Penerimaan APBN Jawa Tengah mencapai Rp43,45 triliun (36,28% dari target), sementara realisasi belanja APBN mencapai Rp43,91 triliun (39,06% dari pagu), sehingga terjadi defisit APBN sebesar Rp457,52 miliar,” ungkap Muhdi.
Menurutnya, kinerja penerimaan sebenarnya masih tumbuh positif didukung kinerja kegiatan ekonomi yang baik. Hal ini terlihat dari penerimaan Pajak sebesar Rp19,79 triliun (36,74% dari target) serta Kepabeanan dan Cukai sebesar Rp20,74 triliun (34,13% dari target). Demikian pula realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp2,92 triliun (57% dari target), tumbuh 4,63% dibanding periode sama tahun lalu.
Namun realisasi Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) di Jawa Tengah telah mencapai Rp15,30 triliun (35,16% dari pagu), secara nominal nilai ini tumbuh 17,65% dibanding periode sama tahun lalu.
“Hampir seluruh jenis belanja secara nominal tumbuh, hanya belanja Modal yang masih terkontraksi sebesar -9,30%,” terang Muhdi.
Penurunan belanja modal tersebut disebabkan oleh masih rendahnya penyerapan belanja infrastruktur pada beberapa K/L seperti pada Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, Kementerian Kominfo dan Kementerian Dikbudristek.
Penyebabnya antara lain permasalahan pembebasan lahan, penyiapan dokumen pra lelang, belum selesainya revisi luncuran SBSN, belum terbitnya izin impor barang, adanya perubahan usulan spesifikasi, anggaran terblokir, dan belum keluarnya ijin TKDN dari Sekretariat Kementerian.
“Maka koordinasi dengan K/L terus dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan serta mendorong percepatan belanja,” lanjutnya.
Berbeda dengan APBN yang mengalami defisit, pada APBD Jawa Tengah masih terjadi surplus. Pendapatan daerah di Jawa Tengah sampai dengan 31 Mei 2024 mencapai Rp41,58 triliun (37,05% dari target) atau tumbuh Rp2,84 triliun atau 7,33% (y-on-y). Realisasi Transfer ke Daerah (TKD) mencapai Rp28,61 triliun (41,52% dari alokasi pagu) tumbuh Rp2,81 triliun atau 10,88% (y-on-y). TKD menyumbang 61,41% terhadap total Pendapatan Daerah.
“Realisasi belanja APBD sebesar Rp29,21 triliun (25,12% dari pagu) turun -2,85% (yoy). Sehingga sampai Mei 2024 masih terdapat surplus Rp12,37 triliun atau naik 42,64% dibanding periode sama tahun lalu,” kata Muhdi.