Catatan Redaksi – Di sebuah negeri yang dilimpahi kekayaan alam dan keragaman budaya, ada kerinduan yang tak terucap, bagaimana jika para pemimpin memilih jalan kesederhanaan bukan karena miskin, tetapi karena kaya akan rasa cukup dan takut akan amanah?
Bayangkan, seorang pejabat tinggi tinggal di rumah yang cukup, tidak megah, tetapi penuh dengan buku dan cerita tentang rakyatnya. Kendaraannya sederhana, tetapi mampu menjangkaunya ke pelosok desa tanpa sekat. Keluarganya bahagia bukan karena merk pakaian atau gemerlap harta, tetapi karena kebersamaan dan keyakinan bahwa hidup adalah pelayanan.
Dalam setiap agama dan kepercayaan, kesederhanaan adalah nilai universal yang disucikan. Yesus berkata: “Hidup bukanlah tentang banyaknya harta yang dimiliki” (Lukas 12:15).
Rasulullah SAW bersabda: “Sederhana dalam hidup adalah bagian dari iman”, hingga Bhagavad Gita pun mengingatkan, “Ketenangan datang ketika melepaskan keinginan akan kemewahan”, serta Konfusius pun mengajarkan: “Hidup sederhana adalah jalan kebijaksanaan”.

Ini bukan tentang agama tertentu. Ini tentang suara hati yang sama, bahwa kemewahan dunia seringkali mengaburkan panggilan jiwa untuk berbuat baik.
Andai para pemimpin menyadari, dana yang dihemat dari mobil mewah bisa mengubah hidup ribuan anak yang kelaparan. Waktu yang tidak dihabiskan untuk acara seremonial bisa digunakan untuk mendengar tangis ibu-ibu yang kesulitan berobat. Energi yang tidak terkuras untuk menjaga image bisa dialirkan untuk membangun solusi yang menyentuh akar masalah.
Kesederhanaan bukanlah kemiskinan, karena ia adalah kekuatan spiritual, sebuah pengakuan bahwa kita hanyalah pelayan di bumi yang suatu hari akan dimintai pertanggungjawaban.
Ia adalah bentuk syukur tertinggi, dengan hidup cukup, kita mengakui bahwa semua berasal dari Sang Sumber dan harus kembali kepada-Nya.
Kepada para pemimpin apa pun agamanya, kekuasaan adalah ujian, bukan hadiah, dan kesederhanaan adalah perlindungan, bukan kekurangan.
Dan untuk rakyat, mari doakan mereka yang memegang amanah, dan mari menjadi penjaga nilai-nilai kejujuran dan kesahajaan dalam lingkup kita sendiri.
Tuhan kita hanya satu, dia mendengar doa dari bahasa apa pun dan pasti tersentuh oleh pemimpin yang memilih untuk hidup rendah hati, agar yang kecil bisa merasakan keadilan, dan yang lemah bisa ditemukan suaranya.
Mungkin ini hanya sebuah impian, atau dianggap sebagai khayalan, tapi sejarah membuktikan, bahwa perubahan besar selalu dimulai dari mimpi kolektif yang diucapkan dengan berani. Semoga suatu hari, kesederhanaan tidak lagi dianggap lemah, melainkan menjadi mahkota bagi mereka yang benar-benar layak memimpin.
Tulisan ini bukan untuk membenci, tetapi untuk mengingatkan, bahwa di balik seragam kekuasaan, ada jiwa yang suatu hari akan kembali kepada-Nya dengan beban amanah yang harus dijawab dengan jujur. Salam refleksi, untuk Indonesia yang lebih manusiawi dan penuh cahaya ilahi. Ditulis dengan harapan dan doa, untuk pemimpin dan rakyat yang sama-sama rindu akan keadilan dan kemuliaan hati.



