Portal Jateng – Menurut prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Wilayah Jawa Tengah pada November 2023 sudah mulai memasuki musim pancaroba, bahkan di sejumlah daerah juga sudah turun hujan. Oleh karenanya, perlu antisipasi dan pemahaman mitigasi terhadap potensi cuaca ekstrem pada peralihan musim ini.
Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko mengatakan, mitigasi bencana tidak hanya dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga terkait saja. Melainkan juga perlu dipahami oleh masyarakat secara luas.
“Wilayah Jateng secara geografis cukup kompleks karena tidak hanya meliputi wilayah laut, tetapi juga pegunungan, termasuk beberapa gunung berapi yang aktif. Potensi terjadinya cauaca ekstrem perlu diwasapadai oleh semua kalangan,” terangnya.

Ia menjelaskan, berbagai dampak perubahan cuaca yang berpotensi menimbulkan bencana harus diantisipasi dengan baik dan komprehensif. Apalagi, ia mengingatkan, himbauan dari BMKG yang memprediksi El Nino moderat baru akan berakhir di Februari 2024.
Heri menuturkan, peningkatan pemahaman terhadap mitigasi bencana, bisa dilakukan melalui jenjang pendidikan maupun kelompok-kelompok masyarakat.
“Program Desa Tangguh Bencana yang diinisiasi BNPB harus digalakkan dari hulu ke hilir. Semakin banyak lapisan masyarakat yang sadar akan pentingnya mitigasi bencana, maka penanganan terhadap dampak cuaca ekstrem juga akan semakin baik,” paparnya.
Ia menegaskan, upaya penanggulangan bencana alam merupakan tanggung jawab bersama dan membutuhkan keterlibatan semua pihak. Mulai dari pemangku kebijakan, stakeholder, maupun masyarakat itu sendiri.
“Pada pergantian tahun yang lalu (Red: 2022 ke 2023), wialyah Jateng banyak digempur dampak cauaca ekstrem. Mulai dari banjir, pohon tumbang, angin puting beliung hingga banjir bandang yang terjadi di sejumlah daerah. Kita bisa berkaca pada peristiwa sebagai acuan perbaikan dan antisipasi terhadap cuaca buruk,” katanya.
Sehingga, ia melanjutkan, perlu adanya pengecekan terhadap titik-titik rawan bencana. Termasuk menyediakan sejumlah rencana strategis, sehingga bisa bergerak cepat dan tanggap terhadap segala kemungkinan yang terjadi di lapangan.
“Langkah strategis yang bisa dilakukan di hulu yakni dengan mempersiapkan kebijakan dan strategi untuk menghadapi perubahan musim, sedangkan di ranah hilir, perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait potensi bencana dan apa saja yang perlu diantisipasi,” pungkasnya. [Advetorial-PJ]
