Semarang – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Tengah menilai, kondisi sektor jasa keuangan di Jawa Tengah per Desember 2024 dalam kondisi stabil didukung dengan likuiditas yang memadai dan tingkat risiko yang terjaga.
Kepala OJK Provinsi Jawa Tengah, Sumarjono menuturkan, pada Sektor Perbankan, Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat 5,01 persen (yoy) menjadi sebesar Rp465,44 triliun. Adapun kredit yang disalurkan tumbuh sebesar 3,25 persen (yoy) menjadi sebesar Rp424,65 triliundengan risiko kredit (NPL) sebesar 5,09 persen.
Untuk Bank Umum, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar Rp425,11 triliun atau sebesar 5,16 persen (yoy).

“Adapun total Kredit Bank Umum di Jawa Tengah mencapai Rp386,5 triliun tumbuh sebesar 3,43 persen (yoy),” ungkap Sumarjono dalam media briefing, Selasa (25/2) di kantor OJK Provinsi Jawa Tengah.
Menurutnya, tingginya kredit tersebut juga diimbangi kualitas kredit yang cukup baik, terlihat dari NPL Bank Umum sebesar Rp15,84 triliun atau 4,10 persen. Namun demikian pencadangan kredit bermasalah cukup baik sehingga rasio NPL Netto terjaga di angka 2,47 persen.
“Kinerja intermediasi Bank Umum di Jawa Tengah juga terjaga dengan total Loan to Deposit Ratio (LDR) 89,61 persen,” tambahnya.
Sementara itu untuk BPR dan BPRS di Jawa Tengah, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 3,43 persen (yoy) sebesar Rp40,33 triliun. Total Kredit BPR/S di Jawa Tengah mencapai Rp38,10 triliun naik 1,44 persen (yoy).
Adapun untuk Perbankan Syariah, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 19,75 persen (yoy) dengan nominal mencapai Rp40,07 triliun. Adapun pembiayaan yang disalurkan tumbuh sebesar 26,99 persen (yoy) dengan nominal mencapai Rp33,65 triliun dengan rasio NPF sebesar 4,63 persen.
“Kinerja Perbankan Syariah sangat bagus, kemungkinan karena nasabahnya takut kalau tidak membayar pinjaman,” terang Sumarjono
Lebih lanjut Sumarjono menjelaskan tentang kinerja Industri Jasa Keuangan Non-Bank (IKNB). Pada sektor IKNB, per Desember 2024, Perusahaan Pembiayaan di Jawa Tengah mencatatkan nilai piutang pembiayaan tumbuh sebesar 9,42 persen yoy mencapai Rp33,17 triliun dengan NPF sebesar 3,33 persen.
Sementara itu, modal ventura di Jawa Tengah mengalami penurunan penyaluran sebesar 10,93 persen yoy dengan total nominal sebesar Rp1,02 triliun. Sedangkan aset Dana Pensiun di Jawa Tengah tercatat tumbuh sebesar 3,68 persen (yoy) mencapai Rp6,87 triliun.
Jumlah penyelenggara fintech peer to peer lending berizin OJK sampai dengan posisi 31 Desember 2024 sebanyak 97 penyelenggara, yang terdiri dari 90 penyelenggara konvensional dan 7 penyelenggara dengan sistem syariah.
“Kinerja fintech peer to peer (P2P) Lending atau pinjol di Jawa Tengah tercatat tumbuh positif meningkat sebesar 38,42 persen (yoy), dengan outstanding pinjaman mencapai Rp6,43 triliun. Kualitas pinjaman juga bagus terlihat dari TWP 90 P2P lending per Desember 2024 yang tercatat sebesar 2,49 persen atau menurun dari tahun sebelumnya sebesar 2,74 persen,” ungkap Sumarjono.
Lebih lanjut Sumarjono menuturkan, bahwa Provinsi Jawa Tengah memiliki jumlah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terbanyak secara nasional, yakni sebanyak 112 LKM.