Senin, 17 November 2025
26.7 C
Semarang

Dalang Kerusuhan Demo Agustus Masih ‘Hantu’ Di Jawa Tengah

Berita Terkait

SEMARANG – Sudah satu setengah bulan berlalu sejak kerusuhan demo 25 Agustus 2025 mengguncang Jawa Tengah, namun wajah dalang di balik aksi anarkis itu masih menjadi misteri. Dalam diskusi publik “Demo Rusuh atau Perusuh” yang digelar Forum Wartawan Peliput Jawa Tengah (FWPJT) dan Bank Jateng di Kantor Gubernur Jateng, Kamis (9/10/2025), aparat kepolisian mengaku masih berburu para penyusup yang memprovokasi kerusuhan.

AKBP Prawoko dari Ditreskrimum Polda Jateng dengan tegas menyatakan bahwa kerusuhan Agustus lalu bukan sekadar unjuk rasa damai. “Ini sudah pada level penyerangan yang membahayakan jiwa dan fasilitas publik. Para perusak adalah penyusup yang sengaja memprovokasi massa,” ungkapnya. Menurut Prawoko, polisi telah bertindak sesuai prosedur penanganan unjuk rasa yang berlaku.

Di sisi lain, Syifaul Arifin dari Mafindo membongkar peran disinformasi dalam memanaskan situasi. “Banyak konten lama di-recycle dengan narasi baru, bahkan video AI palsu beredar untuk menyulut emosi,” paparnya. Ironisnya, menurut Syifaul, aparat sering terjebak pada narasi klise tentang “demo ditunggangi kelompok tertentu” tanpa bukti yang transparan.

Keprihatinan juga datang dari pengamat sosial Universitas Diponegoro, Dr. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin. “Media sosial sudah kebablasen. Banyak pelajar terbawa emosi karena terpapar konten provokatif tanpa cek fakta,” ujarnya. Menurut Teguh, tekanan psikologis di lapangan memicu eskalasi yang tak terkendali antara massa dan aparat.

Di balik hiruk-pikuk politik dan aksi massa, suara warga biasa justru kerap tenggelam. Yatmin (45), warga Sambiroto, Semarang, mengungkapkan keprihatinannya. “Saya dan kawan-kawan buruh serabutan ini tidak punya waktu untuk demo. Setiap hari kami berjuang cari nafkah untuk keluarga,” ujarnya dengan nada prihatin.

“Kalau demo rusuh seperti Agustus lalu, jalan ditutup, toko-toko tutup, kami tidak bisa kerja. Yang rugi kami-kami ini. Pemerintah dan politikus sibuk saling menyalahkan, tapi rakyat kecil yang jadi korban,” tambah Yatmin. Kekhawatiran terbesarnya adalah aksi anarkis yang mengganggu stabilitas dan mata pencaharian warga biasa.

Meski polisi mengklaim terus menyelidiki, publik masih menunggu transparansi identitas “penyusup” yang disebut-sebut sebagai dalang. Sementara itu, ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah terus menumpuk, dan media sosial tetap menjadi ladang subur disinformasi.

Tanpa penanganan sistematis terhadap akar masalah, mulai dari responsivitas pemerintah, edukasi literasi digital, hingga penegakan hukum yang transparan, kerusuhan serupa berpotensi terulang. Yang paling dirugikan bukanlah para elite, melainkan warga biasa seperti Yatmin yang hanya ingin menghidupi keluarganya dengan damai.

Berita Terkait

spot_img

Berita Terbaru