Jumat, 26 Desember 2025
30 C
Semarang

Melibas Tanjakan dan Ego: Di Balik Sensasi Mendebarkan Para ‘Trabaser’

Berita Terkait

SEMARANG — Di balik deru mesin trail yang menggeram dan cipratan lumpur di jalur terjal, ada sebuah filosofi sederhana yang mengikat mereka, Satu susah, semua wajib membantu.

Aktivitas Adventure Trail atau ‘Trabas’, berkendara motor trail berkelompok di jalur offroad pegunungan, hutan, dan lembah, telah berkembang dari sekadar hobi ekstrem menjadi sebuah ruang pelatihan karakter yang unik. Di sini, gelar, latar belakang, dan ego ditinggalkan di garis start. Yang tersisa hanya semangat kebersamaan untuk menaklukkan rintangan alam.

Rudy Rachmadi (52), salah satu pelopor di Semarang, masih mengingat jelas awal mula ketagihannya pada tahun 2000. “Awalnya coba-coba berdua, lalu merasakan kebebasan yang tak didapat di rutinitas kantor,” kenangnya. Bagi Rudy, jalur-jalur yang “tak pernah dijamah orang awam” justru menjadi ruang terapinya, sebuah pelarian yang sehat untuk menemukan kembali rasa ingin tahu dan ketangguhan.

Filosofi ‘keluarga’ inilah yang kemudian menarik Bimo (35). “Hobi ini tidak mementingkan ego. Saat kita kesusahan, kebersamaan untuk saling membantu sangat kental,” ujarnya. Sensasi sebenarnya, menurut para Trabaser, bukan hanya pada adrenalin menaklukkan tanjakan, tetapi pada momen ketika seorang rider terjebak lumpur dan puluhan tangan langsung sigap membantu menarik motornya. Ini adalah olahraga yang mengajarkan bahwa kehebatan sejati terletak pada kerendahan hati untuk ditolong dan kesiapan untuk menolong.

Namun, di balik semangat brotherhood tersebut, tantangan dari luar mengintai. Ajipasa, Ketua Komunitas Trail GRATIS Semarang, dengan terbuka mengakui citra buruk yang kadang melekat, karena dianggap perusak lingkungan dan pengganggu ketenangan warga.

“Kami maklum. Kadang, ulah segelintir oknum atau event komersial yang kurang sosialisasi merusak nama baik komunitas,” jelas Ajipasa. Ia bercerita bagaimana maraknya event berbayar pasca 2003 kerap menimbulkan gesekan. Jalur yang bersinggungan dengan kebun warga, misalnya, bisa rusak dan memicu protes ketika dilibas ratusan peserta. “Ini bisa ditekan dengan komunikasi yang baik, bukan sekadar mencari untung,” tegasnya.

Di sinilah letak ujian sebenarnya, tentang bagaimana menyeimbangkan dahaga akan petualangan dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sebuah pelajaran moral yang tajam, kebebasan berkendara di alam liar harus diiringi dengan kesadaran bahwa kita adalah tamu di dalamnya. Menjaga jejak roda agar tidak merusak ekosistem dan menghormati penghuni wilayah setempat adalah bagian dari etika petualangan yang sejati.

Dari sisi spiritual, Trabas mengajarkan kesederhanaan dan penyerahan diri. Di tengah medan yang tak terduga, rencana sering berantakan. Kecanggihan teknologi atau status sosial tak berarti apa-apa saat menghadapi kubangan terdalam atau tanjakan tercuram. Yang dibutuhkan adalah ikhtiar yang maksimal, dengan persiapan perlengkapan keselamatan lengkap dan sekaligus tawakkal, pasrah bahwa hasil akhir ada di luar kendali mutlak manusia. Ada keheningan yang ditemukan di tengah hutan, sebuah ruang untuk merenung di sela-sela deru mesin.

“Ibarat kata, kita sedang tidak berkompetisi di sini,” kelakar Ajipasa. Ini mungkin pelajaran terpenting di era digital yang penuh dengan kompetisi dan pamer. Trabas justru membalik logika itu, karena sukses bersama lebih dirayakan daripada kemenangan individu.

Meskipun kini, hobi ini terus berkembang dengan variasi event kompetitif. Namun, inti terdalamnya tetap sama, sebuah perjalanan kolektif untuk tidak hanya menaklukkan medan, tetapi juga ego diri sendiri. Seperti pesan yang tersirat dari setiap convoy trail, keberanian sejati bukanlah tentang melibas segala rintangan sendirian, tetapi tentang memiliki keyakinan bahwa di belakangmu, ada satu rombongan ‘keluarga’ yang siap mengulurkan tangan, kapan pun roda motormu berhenti.

Pada akhirnya, Adventure Trail lebih dari sekadar olahraga. Ia adalah metafora kehidupan, penuh rintangan tak terduga, paling baik dihadapi bersama-sama, dan selalu mengajarkan untuk pulang dengan lebih bijaksana daripada saat kita berangkat.

Berita Terkait

spot_img

Berita Terbaru