Catatan Redaksi – Honda Jazz warna putih menghantam truk wing box di Km 111 Tol Cipularang pada Senin (8/9/2025) lalu. Dua nyawa melayang di tempat. Kronologi yang terungkap sederhana namun getir, truk melaju di lajur satu, lalu “ditabrak dari belakang” oleh mobil yang datang.
Insiden ini bukan angka statistik belaka. Ia adalah peringatan keras yang berdarah-darah. Meski hanya diperuntukkan bagi kondisi darurat, kendaraan mogok, ambulans, atau patroli, bahu jalan sering disalahartikan sebagai jalan pintas menuju malapetaka.
Logika Mematikan di Balik “Hanya Sekejap”

Setiap pengemudi yang memacu kendaraan di bahu jalan untuk mendahului mungkin berpikir, “Hanya sebentar, tidak apa-apa.” Namun, logika itu rapuh. Di balik kecepatan tinggi, ada truk yang sedang melambat, kendaraan darurat yang sedang berhenti, atau puing dari kecelakaan sebelumnya, kita tak pernah tahu.
Tabrakan dari belakang di lajur darurat hampir selalu berakibat fatal. Tidak ada ruang untuk manuver, tidak ada waktu untuk reaksi. Seperti yang terjadi di Cipularang, yang diduga kuat sopir mendahului dari sisi kiri, hasilnya adalah hilangnya nyawa yang tak tergantikan.
Bahu Jalan: Jalur Harapan, Bukan Jalur Balap
Bahu jalan didesain sebagai jalur harapan terakhir. Ia adalah ruang penyelamat saat mesin mati, ruang bagi pertolongan pertama untuk melintas cepat, dan tempat teraman untuk menepi saat keadaan darurat.
Mengubahnya menjadi jalur balap bukan hanya pelanggaran, tetapi pengkhianatan terhadap hak hidup orang lain. Setiap kita yang memegang kemudi memegang pilihan, antara menjadikan jalan tol sebagai ruang bersama yang aman, atau medan tarung yang penuh ego.
Renungan di Balik Setir: Nyawa yang Kita Pikul
Kecelakaan di Cipularang, atau di ruas – ruas jalur tol lainya, hanyalah untuk mengajak kita berefleksi. Saat tergoda menyalip lewat bahu jalan, tanyakan pada diri sendiri, “Apakah beberapa menit yang ‘saya hemat’ ini sebanding dengan risiko menghilangkan nyawa, baik nyawa saya sendiri, penumpang saya, atau keluarga di kendaraan lain?”.
Keselamatan di jalan tol bukan hanya tentang keterampilan mengemudi, tetapi tentang kedewasaan berpikir dan kesadaran kolektif. Disiplin menggunakan lajur yang benar adalah wujud nyata dari menghargai perjalanan setiap orang, termasuk keluarga yang menanti di rumah.
Mari jadikan ruang duka dari setiap kecelakaan sebagai cermin untuk berkaca. Bahu jalan adalah garis pembatas antara disiplin dan bahaya. Pilihannya ada di tangan kita setiap kali mesin dinyalakan, kita akan ikut menjaga nyawa, atau menjadi bagian dari statistik kecelakaan berikutnya.



