Bagi D, absennya KPUR di sekretariat pada Jam aktif serta perubahan jadwal tahapan verifikasi berkas dan penetapan nomor urut calon yang dilakukan secara mendadak, menunjukkan ketidak profesionalitasan KPUR dalam Pemira.
“KPUR tidak taat dengan jadwal, ditambah perubahan jam tahapan verifikasi berkas dan penetapan nomor urut calon tidak disertai dengan berita acara terlebih dahulu, secara administrasi ini keliru,” lanjutnya.
KUHAP dan KUHP dalam Pemira KM Unnes

Tidak berhenti di situ, mahasiswa Unnes, Rizqi Huda mengatakan, dalam Perbanwasra No 1 Tahun 2022 pada pasal 18 tentang pelanggaran, paslon 01 melanggar di tingkat sedang, yakni menggunakan atau mengatasnamakan lembaga intra maupun ekstra kampus.
“Bermula dari saya menemukan stori Instagram @fajarrahmat11 selaku Paslon 01, yang menunjukkan Ketua BEM KM ITB 2021 dan Ketua BEM KM UGM 2021 berinteraksi dengan Fajar. Hal itu indikasi kampanye, karena termasuk dalam Perbanwasra No 1 Tahun 2022 Pasal 1 soal definisi kampanye, yaitu, dengan meyakinkan calon pemilih, brand personal terbentuk di situ,” ujar Rizqi.
Pihaknya kemudian melaporkan kepada Banwasra. Namun, Banwasra dinilai bergerak tidak sesuai dengan Peraturan Banwasra (Perbanwasra) No. 3 Tahun 2022 Tentang Mekanisme Persidangan Penyelesaian Sengketa Pemira KM Unnes. Menurutnya, mediasi penyelesaian sengketa di Pemira tidak ada.
“Sudah kami laporkan kepada Banwasra, tetapi malah dilakukan mediasi. Padahal mediasi tidak dimuat dalam Perbanwaswa No 3 Tahun 2022. Ini janggal. Bahkan, Banwaswa memutus dalam mediasi, di sisi lain prinsip mediasi sendiri tidak berlanjut ke persidangan terjadi apabila antar kedua belah pihak berakhir dengan win-win solution, sementara ini, kami masih keukeuh untuk melanjutkan ke persidangan. Ini mediator tapi seperti hakim,” ungkapnya.
Sementara itu, D menilai dalam berita acara mediasi No. Perkara 001/P. PEMIRA KM/UNNESS, bahwa Banwasra menggunakan konsideran Pasal 182 KUHAP, sebagai landasan mediasi.
“Melalui berita acara mediasi tersebut, mediasi Banwasra berlandaskan hal Pasal 182 KUHAP. Kelihatannya, ia menganggap perundang-undangan negara masuk dalam urusan ini, termasuk mediasi,” urai D.
Kemudian, dalam Pemira KM Unnes turut menghadirkan pasal 242 KUHP. Sabrang memaparkan, salah satu peserta sidang, Fawas memberikan kesaksian palsu dalam pelaporan pelanggaran kampanye Paslon 02. Menurutnya, mahasiswa merupakan person dari masyarakat.
“Dipertanyakan saudara fawas apakah menghadiri mediasi dari awal hingga akhir, dan dia bersaksi palsu dalam persidangan. Padahal ini ancamannya sembilan tahun penjara yang tertuang dalam pasal 242 KUHP. Karena mahasiswa bagian dari masyarakat, maka timbul hukum yang sama,” terang Sabrang.



