SEMARANG – Puncak penegakan hukum terjadi menjelang perayaan Natal 2025. Ketua Yayasan Silmi Kaffah Rancamulya, KH Ahmad Yazid Basyaiban atau yang akrab disapa Gus Yazid, ditangkap tim penyidik Kejaksaan Agung dan Kejati Jateng terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp20 miliar.
Gus Yazid diamankan di kediamannya di Bekasi, Selasa (23/12/2025) malam sekitar pukul 22.30 WIB, berdasarkan surat perintah penangkapan. Ia lalu dibawa langsung ke Semarang dan tiba pukul 05.00 WIB untuk menjalani pemeriksaan intensif.
“Penyidik telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” tegas Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, dalam keterangan resmi, Rabu (24/12/2025).

Dugaan Modus dan Sanksi yang Dijerat
Kasus ini berawal dari transaksi jual beli tanah seluas sekitar 700 hektar yang melibatkan BUMD PT Cilacap Segara Artha. Gus Yazid diduga kuat menerima atau menguasai dana hasil tindak pidana korupsi dari transaksi tersebut.
Atas perbuatannya, ia dijerat dengan Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang TPPU. Penyidik telah melakukan penahanan terhadap Gus Yazid di Lapas Kelas I Semarang selama 20 hari ke depan, terhitung sejak Rabu (24/12/2025).
Refleksi di Balik Berita, Sebagai Ujian Kepercayaan dan Hati Nurani
Kasus ini, yang menyeret seorang figur publik dari latar yayasan, menyisakan ruang untuk perenungan yang dalam. Ia terjadi di hari-hari yang secara universal diisi dengan pesan perdamaian, introspeksi, dan harapan akan kelahiran kembali.
Posisi sebagai pemimpin yayasan bukan sekadar jabatan administratif, melainkan amanah sosial yang diemban di atas pundak kepercayaan masyarakat. Setiap penyimpangan yang melibatkan amanah tersebut tidak hanya melukai hukum positif, tetapi juga melukai hati nurani kolektif dan meretakkan jaring-jaring kepercayaan yang sudah dibangun.
Di saat banyak orang bersiap merayakan kelahiran Sang Pembawa Kasih atau merenungkan makna pengabdian, kasus ini mengingatkan sebuah prinsip universal, keadilan dan kebenaran tidak mengenal musim. Penegakan hukum yang tegas, meski berlangsung di penghujung tahun, justru adalah pondasi nyata dari sebuah masyarakat yang beradab.
Momen ini mengajak semua pihak, tanpa terkecuali, untuk bercermin. Bukan untuk menghakimi, tetapi untuk mengingat bahwa setiap titah dan amanah yang kita pikul, besar atau kecil, pada akhirnya akan dimintai pertanggungjawabannya. Baik di hadapan hukum negara, maupun di hadapan kesunyian hati nurani sendiri dan sang Pencipta.
Semoga proses hukum yang berjalan dapat memberikan keadilan yang jelas, sekaligus menjadi pelajaran berharga tentang integritas dan kesucian niat dalam setiap langkah pengabdian. Di tengah gemerlap perayaan, pesan terdalam justru mungkin datang dari balik jeruji: bahwa ketenangan sejati hanya lahir dari hati yang bersih dan perbuatan yang lurus.



